ABC

Kasus Corona di Indonesia Bertambah, Sejumlah Daerah Pilih ‘Lockdown’ Mandiri

Dalam sepekan jumlah pasien positif COVID-19 di Indonesia terus bertambah. Sementara itu beberapa pemerintah daerah berinisiasi menutup akses masuk dan keluar wilayahnya.

Awal pekan lalu, Presiden Jokowi meresmikan Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta sebagai Rumah Sakit Darurat untuk menangani pasien yang terjangkit COVID-19.

“Wisma Atlet ini memiliki kapasitas 24 ribu orang. Yang saat ini yang telah disiapkan adalah untuk 3.000 pasien,” kata Presiden Joko Widodo dalam keterangan persnya, Senin (23/03).

Ia menambahkan wilayah ruang telah ditata dengan sebuah manajemen yang baik, dimana pasien, dokter, dan paramedis ditempatkan di ruang yang berbeda.

Meski ditargetkan bisa langsung beroperasi setelah diresmikan Senin lalu, sejumlah rumah sakit rujukan masih menjadi tujuan utama penerimaan pasien.

RS Darurat
Petugas mempersiapkan RS Darurat COVID-19, kompleks Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta, Minggu (22/3/2020).

ANTARA: Galih Pradipta

Kasus Positif bertambah, ‘Fatality Rate’ turun

Memasuki akhir pekan, angka pasien COVID-19 di Indonesia menyentuh angka lebih dari 1.000 orang.

Seperti yang dilansir oleh situs covid19goid, sampai Jumat (27/03) tercatat 1.046 kasus positif corona, 87 orang di antaranya meninggal dunia, dan 46 lainnya dinyatakan sembuh.

Angka ini naik dibandingkan sepekan sebelumnya (20/03) di mana kasus positif tercatat 369 orang, 32 di antaranya meninggal, dan 17 lainnya sembuh.

Dengan demikian dalam tujuh hari terakhir, terjadi penambahan 677 kasus baru, 55 kasus meninggal dunia, dan 29 kasus yang sembuh dari wabah pandemi global ini.

‘Fatality rate’, atau tingkat perbandingan rata-rata antara jumlah kasus positif dan jumlah pasien meninggal dunia, telah turun dari 8.7 persen pada Jumat pekan lalu ke 8.3 persen dalam sepekan.

Sebelumnya, Indonesia sempat mencatat angka ‘fatality rate’ tertinggi di dunia hingga di atas angka 9 persen, tetapi beberapa ahli menilai bahwa angka tersebut dikarenakan kurangnya tes yang bisa mendeteksi angka kasus positif corona.

Presiden jelaskan alasan tidak ‘lockdown’

Menyikapi kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia terkait wabah virus corona, Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas dengan 34 gubernur se-Indonesia, hari Selasa (24/03) lalu.

Dalam rapat yang dilakukan dengan metode ‘video conference’ dan disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Presiden Jokowi mengutarakan alasan mengapa Pemerintah Indonesia tidak memilih kebijakan ‘lockdown’.

Dalam rapat tersebut Jokowi juga mengatakan kebijakan tersebut diambil pemerintah setelah mempelajari sejumlah langkah yang diterapkan oleh negara-negara lain dalam menghadapi wabah virus corona.

“Sehingga di negara kita memang yang paling pas adalah physical distancing,” katanya.

Jokowi memang sudah menyampaikan kebijakan menjaga jarak fisik atau ‘physical distancing’ dengan mengimbau warga untuk memindahkan aktivitas, termasuk bekerja dan beribadah, ke rumah.

Beberapa Pemerintah Daerah inisiasi ‘lockdown’

Meskipun Presiden sudah menjelaskan alasan tidak mengambil opsi ‘lockdown’, beberapa Pemerintah Daerah dari tingkat Provinsi, Kotamadya, dan Kabupaten punya pendapat lain.

Pemerintah Provinsi Papua pada hari yang sama sore harinya, Selasa (24/03), mengambil keputusan untuk mencegah penyebaran virus corona di provinsi paling timur Indonesia itu.

Dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, otoritas Papua meminta warga untuk tinggal di rumah dan mempraktikkan social distancing.

Pemerintah Papua bahkan menutup seluruh bandara, pelabuhan dan pos lintas batas darat.

Lukas Enembe
Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan yang dilakukan Papua adalah pembatasan sosial.

ANTARA: Wahyu Putro

Selain itu, Pemerintah Provinsi Papua juga membatasi masuknya warga negara asing dan membatasi pergerakan penduduk secara tegas dan konkret.

Keputusan ini diambil setelah Gubernur Papua Lukas Enembe bertemu dengan seluruh walikota dan bupati di Jayapura.

Ia juga mengatakan telah ada Tim Pengamanan dan Hukum Satgas COVID-19 di Provinsi Papua, juga di tingkat Kabupatan dan Kota, yang didukung TNI dan Polri.

Lukas Enembe menampik keputusan tersebut sebagai ‘lockdown’, sebaliknya ia mengatakan keputusannya sebagai upaya “pembatasan sosial”, yang mulai berlaku hari Kamis (26/03).

‘Kalau Anda datang ke Papua, Anda bisa mati’

Keputusan pembatasan akses ke Papua selama empat belas hari itu didukung oleh Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Papua, dr Silwanus Sumule.

“[Kalau] Anda datang ke Papua, Anda [bisa] mati. Maaf, bahasa saya terlalu [langsung],” tutur dr Silwanus.

“Ngurusin kami punya warga saja, rumah sakit kami enggak mampu, apalagi Anda datang ke sini. Percaya deh, kami nggak mampu.”

Dr Silwanus mengatakan, ketidakmampuan tersebut dikarenakan jumlah dokter dan alat yang kurang.

Ia menyebut, hanya ada tujuh orang dokter spesialis paru untuk semua orang di Provinsi Papua.

Sementara total ventilator, atau alat bantu pernapasan, yang ada se-Papua juga hanya ada sekitar 60 buah.

Tapi Papua bukan satu-satunya daerah yang berpikir untuk menutup akses masuk ke wilayahnya.

Helmi Hasan
Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan meminta Gubernur Bengkulu untuk menutup akses demi mencegah penyebaran virus corona.

ANTARA

Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan juga telah menyurati Gubernur Bengkulu untuk menutup seluruh akses pintu masuk ke Provinsi Bengkulu, baik melalui jalur darat, laut maupun udara.

Dengan pengecualian untuk pengadaan obat-obatan, alat perlindungan diri, dan bahan makanan yang dilakukan dengan pengawasan ketat.

Inisiatif ini menurut Helmi merupakan usaha pencegahan yang harus diambil oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu.

‘Lebih baik saya dibenci’

Sementara itu di Tegal, Jawa Tengah, Wali Kota Tegal, Dedy Yon Supriyono, mengaku rela dibenci lantaran mengeluarkan kebijakan ‘lockdown’, demi mencegah semakin merebaknya penularan virus corona di wilayah pemerintahannya.

Dedy Yon Supriyono
Memutuskan melakukan 'lockdown' lokal, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono mengaku dalam posisi yang dilematis.

Tribun Jateng

Hal itu disampaikannya pada Rabu (25/03) lalu, saat menjelaskan rencana pemberlakuan ‘lockdown’ lokal dan mengumumkan satu pasien positif Covid-19 di Kota Tegal.

Menurut Dedy, ‘lockdown’ lokal yang dimaksudnya adalah penutupan seluruh akses jalan di perbatasan Kota Tegal dengan daerah lain dengan menggunakan beton.

Penutupan ini akan dilakukan mulai 30 Maret 2020 sampai 30 Juli 2020, atau selama empat bulan.

Selain ketiga daerah yang sudah disebut di atas, tercatat beberapa daerah lain juga melakukan inisiasi ‘lockdown’ atau usaha menutup akses ke wilayahnya.

Dusun-dusun di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, misalnya, telah melakukan ‘lockdown’ lokal dengan membuat sendiri aturan dan prosedur yang ketat untuk keluar-masuk kampung.

Sleman Yogyakarta
Kawasan Bromonilan, Purwomartani Kalasan Sleman di Yogyakarta melakukan 'lockdown' mandiri.

Twitter: @merapi_news

Gubernur Maluku juga diketahui menutup akses transportasi laut dan udara ke provinsi tersebut selama 14 hari.

Sementara Pemerintah Aceh sama sekali melarang masuk warga negara asing, termasuk awak kapal yang bersandar atau kru pesawat yang transit di bandara.

Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur juga melarang orang dari luar NTT atau warga negara asing masuk.

Ikuti perkembangan terkini soal pandemik global virus corona di situs ABC Indonesia