ABC

Gerakan Nusantara Bertauhid Benar-benar Perlu Atau Trik Politik?

Pada Kamis 17 Maret 2019, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar meluncurkan gerakan “Nusantara Bertauhid” di Jakarta Selatan.

Menurut Muhaimin, yang kerap disapa Cak Imin, gerakan ini diluncurkan sebagai wujud keprihatinan atas dinamika sosial dan politik di Tanah Air, terutama menjelang Pemilu 17 April 2019.

“Di mana sesama umat muslim, maupun antara umat beragama dibuat renggang dan diadudomba oleh fitnah dan hoaks media sosial yg terstruktur masif,” kata Muhaimin.

Bentuk gerakannya sendiri adalah membaca Al Quran hingga khatam serta membaca shalawat serentak, yang dilakukan di seluruh wilayah Indonesia bersama para ulama dan kiai, pada 14 Maret hingga 14 April 2019.

Keprihatinan Muhaimin beralasan. Di Indonesia, tua-muda sama-sama suka menyebarkan hoaks.

Masyarakat Anti Fitnah Indonesia baru-baru ini mengeluarkan laporan tentang meningkatnya jumlah hoaks politik. Pada Januari 2019 saja, dari 109 hoaks yang berhasil didata dan diverifikasi, ada 58 yang bertemakan politik.

Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo, mengatakan bahwa angka-angka itu belum mencerminkan dampak atau tingkat kerusakannya. Ada hoaks yang lebih merusak ketimbang yang lain, dan ada pula hoaks yang dibikin untuk menyerang kubu sendiri.

“Meningkatnya jumlah hoaks dengan tema politik berpotensi mengancam kualitas pesta demokrasi terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia. Ia tak hanya akan merusak akal sehat calon pemilih, namun juga mendelegitimasi proses penyelenggaraan pemilu,” kata Septiaji.

“Dan lebih parahnya mampu merusak kerukunan masyarakat yang mengarah ke disintegrasi bangsa.”

Tetapi apakah membaca Al Quran hingga khatam merupakan hal yang diperlukan bangsa ini menjelang pemilu serentak?

“Saya kira [Nusantara Bertauhid] cenderung merupakan trik mendulang suara,” kata Vedi Hadiz, Direktur dan Profesor Studi Asia di Asia Institute, Universitas Melbourne. “Slogannya terdengar bagus dan dan bertujuan meyakinkan kaum Muslim bahwa memilih Jokowi itu tidak salah.”

Vedi mengatakan, gerakan ini menyasar mereka yang berasal dari kalangan NU namun masih ragu-ragu untuk memilih Jokowi. Di samping itu, gerakan ini juga bertujuan mengingatkan kaum Muslim konservatif bahwa kesetiaan terhadap negara-bangsa dapat berjalan beriringan dengan ketakwaan.

Lebih lanjut, Vedi mengatakan bahwa Nusantara Bertauhid tidak akan efektif dalam menjaga persatuan dan kesatuan di tengah bahaya hoaks.

“[Gerakan ini] tidak menyinggung masalah-masalah mendasar yang menaikkan tekanan sosial yang justru sejatinya bermasalah bagi ‘kesatuan’,” kata penulis buku “Islamic Populism in Indonesia and the Middle East” ini.

Dalam pandangan Vedi, kebencian mendalam terhadap elite koruptor, masyarakat Cina kaya serta kepentingan asing yang berwujud solidaritas keagamaan, serta digemakan melalui sentimen keagamaan, adalah hasil kecemasan akibat kerentanan sosial dan ketidakjelasan mengenai masa depan.

“Semua ini diperburuk oleh ketimpangan sosial yang lebar, yang dirasakan di kehidupan sehari-hari.”

Simak berita menarik lainnya dari ABC Indonesia.