ABC

Dihukum Penjara di Australia Karena Menyuap Pejabat Malaysia Soal Pencetakan Uang

Seorang tokoh utama yang terlibat dalam kasus korupsi yang melibatkan anak perusahaan Bank Sentral Australia (RBA) Christian Boillot yang pernah menyuap pejabat di Malaysia telah dikenai hukuman penjara dua setengah tahun.

Namun Boillot (67 tahun) segera dibebaskan oleh Mahkamah Agung Victoria dengan kondisi ‘melakukan penahanan sendiri’, yang berarti hukumannya ditangguhkan.

Minggu lalu Boillot mengakui bersalah hendak memberikan suap kepada pejabat Malaysia.

Boillot yang memiliki kewarganegaraan ganda Australia dan Prancis bekerja untuk perusahaan Note Printing Australia dan Securency, dua perusahaan bentukan RBA yang bertanggung jawab membuat dan mencetak uang tunai dari bahan plastik.

Boillot berkantor di ibukota Malaysia Kuala Lumpur, dan terlibat dalam pemasaran mata uang kertas buatan Australia.

Di pengadilan diungkapkan dia merupakan bagian dari usaha untuk menyuap pejabat Malaysia antara bulan Oktober 2001 dan Desember 2003, lewat yang apa yang disebut ‘komsii berdasarkan keberhasilan mendapat proyek.”

Hakim Elizabeth Hollingworth mengatakan komplotan itu ‘canggih, disembunyikan dan dilakukan dengan kepenuhhati-hatian.”

Namun Hakim mengatakan bahwa Boillot ‘bukanlah anggota staf tingkat tinggi’ dan bukanlah arsitek dari skema tersebut dan tidak membuat keputusan penting berkenaan dengannya.

Di pengadilan diungkapkan, Securency dan Note Printing Australia mencapai persetujuan dengan seorang agen di Malaysia yang mendapat bayaran $ 2,19 juta (sekitar Rp 22 miliar), sebagai komisi setelah Bank Sentral Malaysia menyetujui proyek pencetakan uang kertas bulan Desember 2003.

“Mereka yang berkomplot ini sadar bahwa agen akan menggunakan sebagian dari komisi tersebut untuk pembayaran tidak sah bagi satu atau beberapa pejaabat di Malaysia,” kata Hakim Hollingworth.

"Anda berpartisipasi dalam konspirasi karena ada budaya dalam perusahaan yang membolehkan hal itu." kata Hakim lagi.

“Anda sadar bahwa apa yang anda dan yang lakukan adalah hal yang ilegal.”

Perusahaan dikenai denda lebih dari Rp 200 miliar

Boillot adalah salah tokoh utama dalam skandal ini yang berakhir dengan kedua anak perusahaan milik Bank Sentral Austalaia Securency dan Note Printing Australia dikenai denda besar.

Diungkapkan minggu lalu bahwa kedua anak perusahaan tersebut telah dikenai denda lebih dari $AUD 21 juta (lebih dari Rp 200 miliar), karena memberikan suap.

Karena perintah pengadilan, keputusan penjatuhan denda yang diputuskan di tahun 2011 dan 2012 tidak boleh diberitakan.

Mereka yang terlibat dalam skandal adalah staf penting dari kedua perusahaan tersebut termasuk::

  • Mantan direktur eksekutif Securency, Myles Curtis, yang mengaku bersalah mencoba menyuap pejabat di Malaysia dan Indonesia selain juga melakukan pemalsuan akutansi dan diberi hukuman percobaan tiga tahun.
  • Mantan kepala keuangan Securency John Ellery, yang menyatakan bersalah membuat pembukuan palsu berkenaan dengan komisi yang dibayarkan ke agen di Malaysia dan mendapatkan hukuman percobaan enam bulan di bulan Agustus 2012.
  • Manajer Securency Clifford Gerathy yang mengaku bersalah membuat pembukuan palsu dan mendapat hukuman percobaan selama tiga bulan.
  • Pimpinan agen Securency di Indonesia Radius Christanto, yang mengaku bersalah sebagai pihak yang melakukan pembayaran suap sehingga Securency bisa melakukan transaksi dengan Bank Indonesia. Dia mendapat hukuman percobaan dua tahun di tahun 2013.

Securency, yang membuat bahan plastik untuk pencetakan uang keras, kemudian dijual oleh RBA dan sekarang dikenal dengan nama CCL Secure.

Mereka mengaku bersalah menawarkan untuk menyuap pejabat berwenang soal pencetakan uang kertas di Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Nepal.

Bisnis Note Print Australia adalah mencetak uang kertas dan paspor untuk Selandia Baru, Singapura, Mexico, Chile dan Romania.

Mereka juga mengaku bersalah hendak menyuap pejabat di Indonesia, Malaysia dan Nepal.

Semua kejadian ini berlangsung antara tahun 1999-2004.

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini