ABC

“Bagi Singapura, Indonesia Penting Tetap Stabil”: Media Singapura Nobatkan Presiden Jokowi Tokoh Asia 2019

Presiden Indonesia Joko Widodo mendapat penghargaan Tokoh Asia 2019 (Asian of the Year 2019) dari media utama Singapura, the Straits Times. Presiden Jokowi dianggap sebagai sosok yang berkontribusi positif terhadap kawasan.

  • Presiden Jokowi dipilih sebagai Tokoh Asia 2019 oleh media Singapura The Straits Times
  • Presiden Jokowi mengatakan penghargaan itu bukan untuk pribadi tapi untuk Indonesia
  • Penobatan terjadi dengan media internasional banyak yang mengkritik Presiden RI tersebut

Gelar ini, menurut pakar, semakin membuktikan bahwa stabilitas politik Indonesia begitu penting bagi Singapura.

Dalam keterangan resminya, harian the Straits Times memuji kiprah Presiden Jokowi dalam memajukan Indonesia dan menghadapi tantangan baik di dalam negeri maupun global.

“Setiap tahun, editor ST (the Strait Times) mencari sosok, tim, atau organisasi yang tidak hanya menarik pemberitaan, tetapi juga membantu memberikan kontribusi positif bagi Asia. Presiden Joko Widodo telah melakukan hal itu dengan sangat baik.”

“Tak hanya memenangi jabatan Presiden untuk kedua kalinya, ia juga berperan dalam menjaga Indonesia yang luas dan membawa negara ini maju.”

“Begitu juga untuk ASEAN. Ada banyak ruang baginya untuk memimpin lebih jauh jika ia memanfaatkan keterampilan politiknya dan niat baik yang ia bagi bersama masyarakat Asia,” kata Warren Fernandez, editor the Straits Times, hari Kamis (5/12/2019).

Lebih lanjut, Presiden Jokowi dinilai tangkas dalam menghadapi tantangan dan mampu menavigasi berbagai isu yang muncul baik dari politik dalam negeri maupun luar negeri.

“Di luar negeri, kemampuannya untuk menatap masa depan dan mengatasi tantangan strategis yang dihadapi negara dan wilayahnya juga telah diakui,” sebut the Straits Times dalam pernyataan yang dibagikan kepada media.

Penghargaan yang diterima Presiden Jokowi tahun ini adalah yang ke-9 sejak Asian of the Year diumumkan tahun 2012.

Tahun-tahun sebelumnya, Presiden China Xi Jinping, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Perdana Menteri India Narendra Modi juga menerima penghargaan ini.

Menanggapi gelar baru yang diterimanya di akhir tahun 2019, Presiden Jokowi mengunggah sebuah postingan di Twitter.

“Terima kasih. Ini kehormatan bukan untuk saya semata-mata, tapi untuk Indonesia,” tulis sang Presiden di akun @jokowi (5/12/2019).

Sejak diterbitkan, cuitan Presiden Indonesia itu dikomentari lebih dari 1000 netizen dan dibagikan lebih dari 5000 kali.

Postingan dengan tanda pagar #AsianoftheYear bahkan sempat menjadi trending topik di Twitter.

Berhasil jaga stabilitas politik

Profesor tamu di bidang pembangunan internasional dari Chulalangkorn University Thailand, yang juga pengamat ASEAN, Dr. Rosalia Sciortino, mengatakan gelar Tokoh Asia 2019 untuk Presiden Jokowi merupakan penghargaan atas kemampuan sang Presiden sebagai politisi ulung.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu dianggap mampu menyeimbangkan kekuatan di sekelilingnya dan menciptakan stabilitas politik.

Dr Rosalia Sciortino.
Dr Rosalia Sciortino.

Supplied

Dr Sciortino menambahkan, kemampuan untuk mengelola dan menciptakan stabilitas dipandang sebagai kemampuan yang sangat dihargai Singapura.

Deradikalisasi yang dilakukan di bawah Pemerintahan Jokowi juga sesuatu yang dianggap penting bagi Singapura, sebut Sciortino, mengingat kedekatan geografis kedua negara.

“Indonesia selalu menjadi mitra yang penting bagi Singapura, tak hanya urusan ekonomi.”

“Tapi untuk bidang ekonomi sendiri, Indonesia menyediakan pasar bagi Singapura, mengingat di sana populasinya sangat kecil, hanya 5 juta jiwa,” kata peneliti yang fasih berbahasa Indonesia ini.

Di sisi lain, Sciortino menilai Presiden Jokowi memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar di beberapa bidang.

Di urusan hak asasi manusia dan minoritas, Indonesia, kata Sciortino, masih sama saja dengan negara-negara lain di kawasan.

“Masih banyak pelanggaran yang belum terselesaikan. Belum lagi isu perlindungan minoritas, termasuk belakangan ini muncul kekhawatiran terhadap kelompok LGBT,” jelas Associate Professor di Mahidol Univeristy ini.

Ia mengkritik, dari pekerjaan rumah itu, Presiden Jokowi sejatinya belum membawa perubahan yang diperlukan untuk Indonesia, maupun kawasan.

“Pemimpin masa kini yang peduli isu lingkungan, mempriotitaskan kesehatan dan pendidikan sebagai kebutuhan masyarakat dan merangkul semua golongan, termasuk minoritas.”
“Itu yang diperlukan Indonesia, bahkan Asia.” utaranya kepada ABC.

Muncul di tengah hujan kritik

Tokoh Asia yang diterima Presiden Jokowi dari Singapura datang di tengah berbagai kritik dari sejumlah media, baik internasional dan domestik.

Majalah Ekonomi berpengaruh asal Inggris The Economist dalam edisi 26 September 2019 memuat artikel berjudul ‘Kemana perginya reformis yang baru saja terpilih sebagai Presiden Indonesia ini?”.

Dalam tulisan itu, Presiden Jokowi dianggap menyetujui berbagai pelanggaran mulai dari korupsi institusional hingga pencemaran lingkungan.

Ia dinilai membenci keriuhan politik dari pekerjaannya dan mengurangi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membuatnya lebih mudah menenangkan sejumlah pihak dalam kubu koalisi.

“Mungkin ia (Presiden Jokowi) berpikir sedikit korupsi adalah harga yang harus dibayar untuk membangun dengan cepat,” tulis The Economist kala itu.

Presiden Jokowi dianggap berpengaruh di Asia.
Presiden Jokowi dianggap berpengaruh di Asia.

Biro Pers Sekretariat Presiden

Kritikan juga datang dari media Timur Tengah, Al Jazeera.

Dalam kolom opini yang ditulis Richard Javad Heydarian pada tanggal 25 November 2019, Presiden Jokowi dianggap mengecewakan para pejuang reformasi dan demokratisasi.

“Di luar dugaan para pendukungnya, Jokowi merangkul kelompok Islam garis keras dan mantan pejabat di rezim diktator.”

“Dan lebih parahnya, ia mencederai reformasi politik, termasuk melemahkan komisi pemberantasan korupsi, demi mendorong pembangunan infrastruktur dan menyenangkan pihak-pihak reaksioner di negara itu,” ulas Heydarian di Al Jazeera.

Dipilihnya mantan rival sang Presiden, yakni Prabowo Subianto, sebagai Menteri Pertahanan juga disorot.

Bergabungnya mantan Jenderal di era orde baru ini dalam Kabinet dinilai ikut melemahkan reformasi politik, ungkap artikel Al Jazeera.

Sementara di dalam negeri, Jokowi dikritik berat ketika Majalah Tempo menerbitkan edisi bersampul karikatur Jokowi dengan bayangan pinokio pada 16 September lalu.

Dalam terbitan berjudul “Janji Tinggal Janji” itu, Majalah Tempo berusaha menggambarkan kekecewaan yang muncul di tengah masyarakat Indonesia, seperti adanya tudingan para pegiat antikorupsi bahwa Presiden Jokowi ingkar janji dalam penguatan KPK.

Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia